BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Energi merupakan suatu kebutuhan vital
dalam proses tertentu. Berbagai macam sumber energi ada di sekitar kita. Sumber
energi yang paling mudah diperoleh adalah sumber energi yang berasal dari bahan
bakar minyak (BBM) atau yang sering disebut bahan bakar fosil. Emisi gas buang
yang dihasilkan dari suatu pembakaran bahan bakar merupakan salah satu penyebab
utama gas rumah kaca (CO, CO2, dan HC) yang mengakibatkan terjadinya
pemanasan global (global warming).
Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dan mengurangi dampak
lingkungan, perlu dilakukan penganekaragaman (diversivikasi) sumber energi
utama yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan.
Minyak nabati (vegetable oil) merupakan salah satu sumber energi alternatif.
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diolah dari minyak nabati atau
lemak hewan dan dapat digunakan sebagai bahan bakar konvensional (solar) pada
motor diesel. Disamping itu biodiesel merupakan sumber energi yang dapat
diperbarui dan memiliki tingkat emisi gas buang yang rendah jika dibandingkan
bahan bakar konvensional (solar).
Komponen penyusun utama minyak goreng sawit
adalah trigliserida dan nontrigliserida. Trigliserida merupakan salah satu
komponen yang dibutuhkan dalam proses pembuatan biodiesel. Minyak goreng sawit yang
ada di pasaran dibagi menjadi dua, yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng
kemasan (branded). Minyak goreng curah disamping kurang higienis, minyak ini
juga belum sempurna proses rafinasinya sehingga masih belum terbebas dari asam
lemak yang bernama GAM. Minyak goreng curah juga memiliki kandungan asam lemak jenuh tinggi jika dibandingkan minyak goreng
dalam kemasan. Tingginya asam lemak jenuh ini dapat berbahaya bagi kesehatan
apabila dikonsumsi secara terus-menerus karena akan menimbulkan kolestrol dalam
darah. Pada tahun 2015 pemerintah menargetkan Indonesia sudah terbebas dari
minyak goreng curah. Oleh sebab itu, minyak goreng curah layak untuk digunakan sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel.
Pembuatan biodiesel dari suatu minyak
tanaman biasanya menggunakan proses estrans (esterifikasi-transesterifikasi).
Proses esterifikasi dilakukan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi
metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak. Pada proses estrans
(esterifikasi-transesterifikasi) dibutuhkan suatu katalis (pemercepat
reaksi). Untuk reaksi esterifikasi pada umumnya
menggunakan katalis asam seperti H2SO4. Adapun proses
transesterifikasi merupakan proses lanjutan yang bertujuan untuk mengkonversi
trigliserida menjadi metil ester (biodiesel). Pada umumnya katalis yang cocok
digunakan pada reaksi ini adalah katalis basa. Pada penelitian yang telah
dilakukan Hikmah dan Zuliyana (2010), katalis basa yang digunakan pada proses
transesterifikasi pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak dedak adalah
katalis basa NaOH.
Pada beberapa penelitian sebelumnya,
penggunaan katalis asam H2SO4 pada reaksi esterifikasi
dan katalis basa NaOH pada reaksi transesterifikasi sudah cukup banyak
diaplikasikan. Dari segi wujud, katalis asam dan basa di atas sama-sama merupakan
katalis homogen. Kelemahan dari katalis homogen adalah sulit dipisahkan dari
produk, tidak dapat digunakan kembali, dapat ikut terbuang dalam pencucian
sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Teknologi pembuatan biodiesel dari
bahan baku minyak goreng curah sebagai bahan bakar alternatif menggunakan
katalis asam homogen dan katalis basa heterogen. Pengunaan katalis asam homogen
H2SO4 pada reaksi esterifikasi dikarenakan katalis ini
mudah didapat, murah, memberikan konversi tinggi dan laju reaksi yang relatif
cepat. Sedangkan penggunaan katalis basa heterogen abu pelepah pisang pada
reaksi transesterifikasi dikarenakan banyak terdapat limbah pohon pisang yang
sangat kurang dimanfaatkan, tidak memiliki nilai ekonomis, merusak estetika dan
mencemari lingkungan. Padahal dalam satu pohon pisang banyak sekali kandungan
kimia yang ada dan dapat dimanfaatkan, seperti kandungan kalium (K) yang ada di
dalam pelepah pisang. Kandungan kalium (K) ini dapat digunakan sebagai katalis pada
reaksi transesterifikasi karena mengandung basa. Perpaduan wujud katalis yang
berbeda ini diharapakan mampu meminimalisir pencemaran lingkungan yang terjadi dari
proses pembuatan biodiesel.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Berapa
waktu operasi terbaik untuk reaksi estrans dalam pembuatan biodiesel dari
minyak goreng curah?
b.
Berapa
komposisi katalis terbaik untuk reaksi transesterifikasi yang mampu menghasilkan
biodiesel yang berbahan baku minyak goreng curah?
c.
Bagaimana
kualitas biodiesel yang dihasilkan jika dibandingkan dengan solar?
1.3
Tujuan
a. Mencari waktu operasi terbaik untuk reaksi
estrans dalam pembuatan biodiesel dari minyak goreng curah.
b. Mencari konsentrasi katalis terbaik untuk
reaksi tranesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel yang berbahan baku minyak
goreng curah.
c. Mengkomparasikan karakteristik biodiesel
yang dihasilkan dengan bahan bakar solar sehingga layak digunakan sebagai bahan
bakar alternatif.
1.4
Manfaat
a. Hasil kegiatan penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi
masyarakat bahwasanya biodiesel dapat diproses dari minyak goreng curah yang
memiliki asam lemak jenuh tinggi serta berbahaya bagi kesehatan apabila dikonsumsi
secara terus menerus dan limbah suatu tanaman yang kurang dimanfaatkan dan
tidak memiliki nilai jual dapat digunakan sebagai katalis.
b. Mengetahui karakteristik biodiesel
yang dihasilkan sehingga biodiesel ini layak digunakan sebagai bahan bakar alternatif
pengganti bahan bakar konvensional (solar).