Rabu, 21 Mei 2014

Biodiesel



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Energi merupakan suatu kebutuhan vital dalam proses tertentu. Berbagai macam sumber energi ada di sekitar kita. Sumber energi yang paling mudah diperoleh adalah sumber energi yang berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau yang sering disebut bahan bakar fosil. Emisi gas buang yang dihasilkan dari suatu pembakaran bahan bakar merupakan salah satu penyebab utama gas rumah kaca (CO, CO2, dan HC) yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global (global warming). Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dan mengurangi dampak lingkungan, perlu dilakukan penganekaragaman (diversivikasi) sumber energi utama yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan.
Minyak nabati (vegetable oil) merupakan salah satu sumber energi alternatif. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diolah dari minyak nabati atau lemak hewan dan dapat digunakan sebagai bahan bakar konvensional (solar) pada motor diesel. Disamping itu biodiesel merupakan sumber energi yang dapat diperbarui dan memiliki tingkat emisi gas buang yang rendah jika dibandingkan bahan bakar konvensional (solar).  
Komponen penyusun utama minyak goreng sawit adalah trigliserida dan nontrigliserida. Trigliserida merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan dalam proses pembuatan biodiesel. Minyak goreng sawit yang ada di pasaran dibagi menjadi dua, yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (branded). Minyak goreng curah disamping kurang higienis, minyak ini juga belum sempurna proses rafinasinya sehingga masih belum terbebas dari asam lemak yang bernama GAM. Minyak goreng curah  juga memiliki kandungan asam lemak  jenuh tinggi jika dibandingkan minyak goreng dalam kemasan. Tingginya asam lemak jenuh ini dapat berbahaya bagi kesehatan apabila dikonsumsi secara terus-menerus karena akan menimbulkan kolestrol dalam darah. Pada tahun 2015 pemerintah menargetkan Indonesia sudah terbebas dari minyak goreng curah. Oleh sebab itu, minyak goreng curah layak untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Pembuatan biodiesel dari suatu minyak tanaman biasanya menggunakan proses estrans (esterifikasi-transesterifikasi). Proses esterifikasi dilakukan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak. Pada proses estrans (esterifikasi-transesterifikasi) dibutuhkan suatu katalis (pemercepat reaksi).  Untuk reaksi esterifikasi pada umumnya menggunakan katalis asam seperti H2SO4. Adapun proses transesterifikasi merupakan proses lanjutan yang bertujuan untuk mengkonversi trigliserida menjadi metil ester (biodiesel). Pada umumnya katalis yang cocok digunakan pada reaksi ini adalah katalis basa. Pada penelitian yang telah dilakukan Hikmah dan Zuliyana (2010), katalis basa yang digunakan pada proses transesterifikasi pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak dedak adalah katalis basa NaOH.
Pada beberapa penelitian sebelumnya, penggunaan katalis asam H2SO4 pada reaksi esterifikasi dan katalis basa NaOH pada reaksi transesterifikasi sudah cukup banyak diaplikasikan. Dari segi wujud, katalis asam dan basa di atas sama-sama merupakan katalis homogen. Kelemahan dari katalis homogen adalah sulit dipisahkan dari produk, tidak dapat digunakan kembali, dapat ikut terbuang dalam pencucian sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Teknologi pembuatan biodiesel dari bahan baku minyak goreng curah sebagai bahan bakar alternatif menggunakan katalis asam homogen dan katalis basa heterogen. Pengunaan katalis asam homogen H2SO4 pada reaksi esterifikasi dikarenakan katalis ini mudah didapat, murah, memberikan konversi tinggi dan laju reaksi yang relatif cepat. Sedangkan penggunaan katalis basa heterogen abu pelepah pisang pada reaksi transesterifikasi dikarenakan banyak terdapat limbah pohon pisang yang sangat kurang dimanfaatkan, tidak memiliki nilai ekonomis, merusak estetika dan mencemari lingkungan. Padahal dalam satu pohon pisang banyak sekali kandungan kimia yang ada dan dapat dimanfaatkan, seperti kandungan kalium (K) yang ada di dalam pelepah pisang. Kandungan kalium (K) ini dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi karena mengandung basa. Perpaduan wujud katalis yang berbeda ini diharapakan mampu meminimalisir pencemaran lingkungan yang terjadi dari proses pembuatan biodiesel.

1.2              Rumusan Masalah
a.    Berapa waktu operasi terbaik untuk reaksi estrans dalam pembuatan biodiesel dari minyak goreng curah?
b.    Berapa komposisi katalis terbaik untuk reaksi transesterifikasi yang mampu menghasilkan biodiesel yang berbahan baku minyak goreng curah?
c.    Bagaimana kualitas biodiesel yang dihasilkan jika dibandingkan dengan solar?

1.3              Tujuan
a.    Mencari waktu operasi terbaik untuk reaksi estrans dalam pembuatan biodiesel dari minyak goreng curah.
b.    Mencari konsentrasi katalis terbaik untuk reaksi tranesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel yang berbahan baku minyak goreng curah.
c.    Mengkomparasikan karakteristik biodiesel yang dihasilkan dengan bahan bakar solar sehingga layak digunakan sebagai bahan bakar alternatif.

1.4              Manfaat
a.    Hasil kegiatan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat bahwasanya biodiesel dapat diproses dari minyak goreng curah yang memiliki asam lemak jenuh tinggi serta berbahaya bagi kesehatan apabila dikonsumsi secara terus menerus dan limbah suatu tanaman yang kurang dimanfaatkan dan tidak memiliki nilai jual dapat digunakan sebagai katalis.
b.    Mengetahui karakteristik biodiesel yang dihasilkan sehingga biodiesel ini layak digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar konvensional (solar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar